Rabu, 01 Januari 2014

Pencuri Saleh


          Seorang pemuda lugu menimba ilmu kepada seorang guru fara’idh(ilmu hitung harta waris). Kehidupan ekonomi sang guru sangatlah pas pasan. Dalam suatu kesempatan, sang guru berkata kepada murid muridnya, “Kalian tidak boleh menjadi beban orang lain. Sesungguhnya orang alim yang menengadahkan tangannya kepada orang-orang yang berharta tidak ada kebaikan didirinya. Pergilah kalian semua dan bekerjalah seperti pekerjaan ayah kalian
masing masing. Bawa selalu kejujuran dan ketakwaan kepada Allah dalam mengerjakan pekerjaan tersebut!”
          Pemuda itu tidak tahu tentang pekerjaan ayahnya yang telah meninggal. Ia pun segera pulang kerumah untuk menanyakan hal tersebut kepada sang ibu.
          Setibanya dirumah, pemuda itu menemui ibunya lalu berkata. “Bu, tolong beri tahu kepadaku apa pekerjaan sepeninggal ayah dahulu?”
          Sang ibu heran dengan pertanyaan anaknya yang tiba tiba itu. Ia pun balik bertanya, “Apa urusanmu hingga ingin mengetahui pekerjaan ayahmu?” Ungkapan sang ibu itu menunjukkan bahwa ia enggan menjawab pertanyaan anaknya.
          Pemuda it uterus menerus memaksa ibunya agar memberi tahu pekerjaan ayahnya dulu. Lama kelamaan sang ibu tidak tahan menanggapi desakan anaknya, “Ketahuilah bahwa ayahmu dulu seorang pencuri!”
          Bukan kecewa yang dirasakan pemuda itu ketika mengetahui ayahnya adalah pencuri, melainkan hasrat yang menggebu gebu untuk mengikuti jejak ayahnya sesuai dengan anjuran yang disampaikan oleh gurunya.
          Pemuda itu menjelaskan kepada ibunya. “Aku diperintahkan oleh guruku untuk bekerja seperti pekerjaan ayahku tanpa meninggalkan kejujuran dan ketakwaan kepada Allah dalam bekerja.”
          “Hai, Anakku!Apakah dalam mencuri ada ketakwaan?” sela ibunya.
          Anaknya menjawab dengan keluguannya,”Ya, begitulah kata guruku.”
          Ia pun belajar begaimana menjalankan profesi sebagai pencuri. Ketika ilmu teknik mencuri yang didalamnya sudah cukup. Ia pun memutuskan untuk beraksi melaksankan perintah sang guru.
          Seusai shalat isya’ dan semua orang tertidur lelap, Ia pun keluar rumah untuk melaksanakan perintah sang guru.
          Rumah yang diincar pertama kali adalah yang terdekat dengan rumahnya, yaitu tetangganya sendiri. Namun, ia ingat bahwa menggangu tetangga bukanlah pekerjaan takwa. Kemudian ia urungkan niatnya untuk mencuri di rumah tetangganya.
          Begitu pula, ketika hendak mencuri di rumah anak yatim, ia berfikir,”Allah memperingatkan untuk tidak memakan harta anak yatim.” Ia pun mengurungkan niatnyadan pergi mencari rumah berikutnya.
          Sambil berjalan, ia merenung, ternyata tidak mudah untuk menjadi pencuri yang bertakwa. Bagaimanapun juga mengambil harta orang dalam agama tidaklah diperbolehkan. Akan tetapi, perintah sang guru harus dilaksanakan. Tidak boleh putus asa!
          Langkahnya terhenti disebuah rumah besar nan megah. Konon pemilik rumah tersebut memiliki harta kekayaan yang berlimpah dan melebihi kebutuhannya. Dengan keterbatasan ilmunya, ia beranggapan bahwa tidak mengapa jika mengambil harta dari orang kaya tersebut. Toh, bagian zakat itu bukan hak si empunya kekayaan, tetapi hak orang miskin.
          Tekad bulat mendorongnya untuk masuk kedalam rumah yang tidak berpenjaga tersebut. Satu persatu kamar ia selidiki untuk menemukan tempat penyimpanan harta.
          Akhirnya, ia sampai disebuah kamar besar dan didapatinya sebuah kotak besar berisi emar, perak dan uang tunai. Ia kumpulkna buku buku catatan yang berisi laporan keuangan si orang kaya tersebut. Dengan lentera kecil yang dibawanya, ia mulai menghitung zakat yang harus dikeluarkan oleh orang kaya tersebut. Keahlian dalam hal keuangan, pembukuan dan pembagian harta ia kerahkan disana. Dikarenakan begitu banyaknya perhitungan yang harus diselesaikan, ia pun lupa waktu. Fajar sudah menyingsing pertanda tiba waktu shalat subuh.
          Sang tuan rumah pun telah bangun dari lelapnya untuk melaksanakan shalat subuh. Alangkah terkejutnya ketika kamar tempat penyimpanan hartanya telah terbuka. Apalagi ia mendapati seseorang yang tengah asyik dengan buku buku catatannya dibawah lentera kecil.
          Dengan suara lantang, si tuan rumah menghardik pemuda tersebut.”Hai! Siapa kau!”
          Sang pemuda terkesiap mendengar suara teguran tersebut. Saat disadarinya hari sudah hamper terang, ia bergegas untuk melaksanakan shalat subuh. Ia berkata kepada si pemilik rumah, “Maaf, akan saya jelaskan nanti. Tapi izinkan saya shalat subuh terlebih dahulu.”
          Akhirnya, merekSeorang pemuda lugu menimba ilmu kepada seorang guru fara’idh(ilmu hitung harta waris). Kehidupan ekonomi sang guru sangatlah pas pasan. Dalam suatu kesempatan, sang guru berkata kepada murid muridnya, “Kalian tidak boleh menjadi beban orang lain. Sesungguhnya orang alim yang menengadahkan tangannya kepada orang-orang yang berharta tidak ada kebaikan didirinya. Pergilah kalian semua dan bekerjalah seperti pekerjaan ayah kalian
masing masing. Bawa selalu kejujuran dan ketakwaan kepada Allah dalam mengerjakan pekerjaan tersebut!”
          Pemuda itu tidak tahu tentang pekerjaan ayahnya yang telah meninggal. Ia pun segera pulang kerumah untuk menanyakan hal tersebut kepada sang ibu.
          Setibanya dirumah, pemuda itu menemui ibunya lalu berkata. “Bu, tolong beri tahu kepadaku apa pekerjaan sepeninggal ayah dahulu?”
          Sang ibu heran dengan pertanyaan anaknya yang tiba tiba itu. Ia pun balik bertanya, “Apa urusanmu hingga ingin mengetahui pekerjaan ayahmu?” Ungkapan sang ibu itu menunjukkan bahwa ia enggan menjawab pertanyaan anaknya.
          Pemuda it uterus menerus memaksa ibunya agar memberi tahu pekerjaan ayahnya dulu. Lama kelamaan sang ibu tidak tahan menanggapi desakan anaknya, “Ketahuilah bahwa ayahmu dulu seorang pencuri!”
          Bukan kecewa yang dirasakan pemuda itu ketika mengetahui ayahnya adalah pencuri, melainkan hasrat yang menggebu gebu untuk mengikuti jejak ayahnya sesuai dengan anjuran yang disampaikan oleh gurunya.
          Pemuda itu menjelaskan kepada ibunya. “Aku diperintahkan oleh guruku untuk bekerja seperti pekerjaan ayahku tanpa meninggalkan kejujuran dan ketakwaan kepada Allah dalam bekerja.”
          “Hai, Anakku!Apakah dalam mencuri ada ketakwaan?” sela ibunya.
          Anaknya menjawab dengan keluguannya,”Ya, begitulah kata guruku.”
          Ia pun belajar begaimana menjalankan profesi sebagai pencuri. Ketika ilmu teknik mencuri yang didalamnya sudah cukup. Ia pun memutuskan untuk beraksi melaksankan perintah sang guru.
          Seusai shalat isya’ dan semua orang tertidur lelap, Ia pun keluar rumah untuk melaksanakan perintah sang guru.
          Rumah yang diincar pertama kali adalah yang terdekat dengan rumahnya, yaitu tetangganya sendiri. Namun, ia ingat bahwa menggangu tetangga bukanlah pekerjaan takwa. Kemudian ia urungkan niatnya untuk mencuri di rumah tetangganya.
          Begitu pula, ketika hendak mencuri di rumah anak yatim, ia berfikir,”Allah memperingatkan untuk tidak memakan harta anak yatim.” Ia pun mengurungkan niatnyadan pergi mencari rumah berikutnya.
          Sambil berjalan, ia merenung, ternyata tidak mudah untuk menjadi pencuri yang bertakwa. Bagaimanapun juga mengambil harta orang dalam agama tidaklah diperbolehkan. Akan tetapi, perintah sang guru harus dilaksanakan. Tidak boleh putus asa!
          Langkahnya terhenti disebuah rumah besar nan megah. Konon pemilik rumah tersebut memiliki harta kekayaan yang berlimpah dan melebihi kebutuhannya. Dengan keterbatasan ilmunya, ia beranggapan bahwa tidak mengapa jika mengambil harta dari orang kaya tersebut. Toh, bagian zakat itu bukan hak si empunya kekayaan, tetapi hak orang miskin.
          Tekad bulat mendorongnya untuk masuk kedalam rumah yang tidak berpenjaga tersebut. Satu persatu kamar ia selidiki untuk menemukan tempat penyimpanan harta.
          Akhirnya, ia sampai disebuah kamar besar dan didapatinya sebuah kotak besar berisi emar, perak dan uang tunai. Ia kumpulkna buku buku catatan yang berisi laporan keuangan si orang kaya tersebut. Dengan lentera kecil yang dibawanya, ia mulai menghitung zakat yang harus dikeluarkan oleh orang kaya tersebut. Keahlian dalam hal keuangan, pembukuan dan pembagian harta ia kerahkan disana. Dikarenakan begitu banyaknya perhitungan yang harus diselesaikan, ia pun lupa waktu. Fajar sudah menyingsing pertanda tiba waktu shalat subuh.
          Sang tuan rumah pun telah bangun dari lelapnya untuk melaksanakan shalat subuh. Alangkah terkejutnya ketika kamar tempat penyimpanan hartanya telah terbuka. Apalagi ia mendapati seseorang yang tengah asyik dengan buku buku catatannya dibawah lentera kecil.
          Dengan suara lantang, si tuan rumah menghardik pemuda tersebut.”Hai! Siapa kau!”
          Sang pemuda terkesiap mendengar suara teguran tersebut. Saat disadarinya hari sudah hamper terang, ia bergegas untuk melaksanakan shalat subuh. Ia berkata kepada si pemilik rumah, “Maaf, akan saya jelaskan nanti. Tapi izinkan saya shalat subuh terlebih dahulu.”
          Akhirnya, mereka berdua pun melaksanakan shalat subuh bejamaah dengan si tuan rumah sebagai imamnya.
          Usai shalat subuh pemuda itu mengakui kepada tuan rumah, “Saya pencuri.”
          Situan rumah makin betambah keheranannya, “Lantas apa yang kau lakukan dengan buku buku catatan keuanganku?” Tanya tuan rumah.
          “Aku sedang mengitung zakat yang belum engkau keluarkan selama 6 tahun. Ini hasilnya,” jawab pemuda itu sambil menyodorkan hasil perhitungannya.
          Ia pun menasehati si tuan rumah tentang keutamaan mengeluarkan zakat. Tiada kemarahan di wajah si tuan rumah. Ia malah terkagum kagum akan kejujuran serta kepandaian dan ketepatan si pencuri dalam berhitung. Selain itu, ia mengetahui tentang pentingnya mengeluarkan zakat.
          Akhirnya, si tuan rumah mengangkatnya menjadi sekretaris dan juru hitung pribadinya. Ia pun menikahkan sang pemuda dengan putrinya. Ibu si pemuda tinggal bersama mereka. Berkat kejujuran dan ketakwaan yang dibawa sang pemuda dalam perbuatannya, kebahagiaan mendatangi dirinya dan orang lain.a berdua pun melaksanakan shalat subuh bejamaah dengan si tuan rumah sebagai imamnya.
          Usai shalat subuh pemuda itu mengakui kepada tuan rumah, “Saya pencuri.”
          Situan rumah makin betambah keheranannya, “Lantas apa yang kau lakukan dengan buku buku catatan keuanganku?” Tanya tuan rumah.
          “Aku sedang mengitung zakat yang belum engkau keluarkan selama 6 tahun. Ini hasilnya,” jawab pemuda itu sambil menyodorkan hasil perhitungannya.
          Ia pun menasehati si tuan rumah tentang keutamaan mengeluarkan zakat. Tiada kemarahan di wajah si tuan rumah. Ia malah terkagum kagum akan kejujuran serta kepandaian dan ketepatan si pencuri dalam berhitung. Selain itu, ia mengetahui tentang pentingnya mengeluarkan zakat.
          Akhirnya, si tuan rumah mengangkatnya menjadi sekretaris dan juru hitung pribadinya. Ia pun menikahkan sang pemuda dengan putrinya. Ibu si pemuda tinggal bersama mereka. Berkat kejujuran dan ketakwaan yang dibawa sang pemuda dalam perbuatannya, kebahagiaan mendatangi dirinya dan orang lain.

0 komentar:

Posting Komentar